PASURUAN (Pena realitas) – Di bawah rindangnya pepohonan tua dan di sisi kolam dengan air yang jernih kebiruan, sekelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Nahdlatul Ulama Stai Salahuddin Pasuruan duduk bersila. Mereka khusyuk mendengarkan setiap patah kata yang mengalir dari Mbah Subandi, pria sepuh yang mengemban amanah sebagai juru kunci Pemandian Banyu Biru di Kecamatan Winongan.
Pertemuan yang berlangsung pada Jum’at (15/8/2025) ini bukan sekadar kunjungan biasa. Bagi para mahasiswa yang sedang mengabdi di desa-desa sekitar, ini adalah momen penting untuk "ngangsu kawruh" atau menimba ilmu, mencoba memahami jiwa dan kearifan lokal yang tersembunyi di balik populernya Banyu Biru sebagai destinasi wisata.
Bagi mereka, Banyu Biru bukan hanya kolam pemandian, melainkan sebuah situs yang sarat akan nilai sejarah, budaya, dan spiritualitas masyarakat setempat. Dengan penuh hormat, mereka mendengarkan Mbah Subandi menuturkan kisah-kisah yang tak akan ditemukan di buku panduan wisata manapun.
“Air di sini tidak pernah surut, bahkan di musim kemarau paling kering sekalipun. Ini anugerah,” tutur Mbah Subandi dengan tatapan menerawang.
Beliau menceritakan legenda asal-usul sumber mata air yang diyakini memiliki khasiat, hingga keberadaan ikan sengkaring keramat yang tak pernah berkurang jumlahnya dan tak boleh diganggu. Para mahasiswa juga mendapat penjelasan tentang pembagian dua kolam utama yang memiliki fungsi dan filosofi berbeda.
“Belajar sejarah langsung dari penjaganya memberikan perspektif yang sama sekali berbeda,” ungkap Mahrus Vandores salah seorang mahasiswa KKN 05 UNU STAIS. “Kami bisa merasakan spirit dan makna di setiap cerita yang disampaikan Mbah Subandi, sesuatu yang tidak akan kami dapatkan hanya dari membaca.”
Rombongan mahasiswa ini meyakini bahwa kunjungan seperti ini sangat penting untuk memperkaya wawasan mereka, terutama yang berkaitan dengan studi sejarah, budaya, dan pariwisata lokal. Mereka mencatat dengan saksama setiap detail cerita, menyadari bahwa mereka sedang mendokumentasikan sebuah tradisi lisan yang sangat berharga.
Koordinator KKN 05 UNU STAIS, M Ubadillah A, menjelaskan tujuan utama dari kunjungan mereka.
"Sebagai generasi muda, kami merasa punya tanggung jawab untuk mengenal dan memahami warisan budaya daerah kami sendiri," ujar Ubai. "Hari ini, kami belajar tentang antropologi, sejarah, dan kearifan lokal langsung dari ahlinya. Ini adalah pengalaman belajar yang luar biasa."
Pertemuan ini menjadi jembatan antar generasi. Di satu sisi, ada Mbah Subandi sebagai penjaga tradisi dan memori kolektif. Di sisi lain, ada para mahasiswa sebagai generasi intelektual muda yang haus akan pengetahuan otentik.
Bagi para mahasiswa KKN, kunjungan ke Banyu Biru dan dialog dengan sang juru kunci memberikan mereka lebih dari sekadar data. Mereka pulang dengan pemahaman yang lebih kaya, sebuah pengingat bahwa di balik setiap destinasi populer, tersimpan kearifan lokal, para penjaganya, dan cerita-cerita yang menunggu untuk didengarkan.
"Kami tidak hanya sekedar berkunjung, tapi di sini kita juga bisa belajar sejarah banyu biru langsung dari sumbernya yaitu bapak subandi, yang mana beliau ini adalah juru kunci di pemandian banyu biru ini." Ujar Perwakilan Kelompok 05 Sensei Nur Qoyyum.
Kunjungan ini menjadi contoh nyata bagaimana mahasiswa dapat proaktif mencari ilmu di luar tembok kampus. Dialog antara generasi muda terpelajar dan sang penjaga tradisi ini bukan hanya memperkaya pengetahuan mahasiswa, tetapi juga menjadi bentuk apresiasi dan upaya pelestarian terhadap sejarah lisan yang bisa terkikis oleh zaman.
0 Komentar